Berkiblat pada Kurikulum Cambridge University. Sejak dibuka Kelas Internasional di SMA Negeri 70 Bulungan, Jakarta, selalu dibanjiri pendaftar tiap tahunnya. Puncaknya pada tahun 2005/2006, dari 200 peserta hanya terjaring 24 siswa. Padahal, biaya pendidikan untuk masuk kelas internasional bisa menguras isi kantong hingga Rp 25 juta. Siapa sih yang nggak kepengen punya sekolah top dan berstandar internasional?
MAMPU secara finansial bukan jaminan
bisa lolos seleksi Kelas Internasional
di SMA Negeri 70 Bulungan, Jakarta
Selatan. Bahkan punya NEM SMP
tinggi pun tidak cukup. Selain memang harus
pintar dan memiliki kemampuan ekonomi
tinggi, penguasaan bahasa Inggris menjadi hal
utama untuk bisa menuntut ilmu di kelas
internasional sekolah favorit di Jakarta.
Saat ini ada enam SMA Negeri yang mengembangkan
kelas bertaraf internasional di
Jakarta yaitu SMA Negeri 28, SMA Negeri 8,
SMA Negeri 70, SMA Negeri 68 dan SMA
Negeri 81. Kelas Internasional yang dikembangkan
di semua SMA Negeri ini berkiblat
pada kurikulum Cambridge University.
Sebagai sekolah unggulan tingkat nasional,
SMA Negeri 70 telah membuka kelas internasional
sejak 4 tahun lalu. Pada tahun ajaran
2006/2007 ini, telah meluluskan satu angkatan
yang mulai merambah ke dunia kerja maupun
melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Antara
lain ada yang diterima di Malaysia, Singapura,
banyak pula yang tetap melanjutkan kuliah di
Indonesia. Bahkan lulusan terbaik dengan NEM
tertinggi tingkat provinsi berasal dari siswa
kelas internasional Mariani Putri Kusuma Dewi
dengan jumlah NEM 27, 873.
Menurut Drs Asyikin, Kepala Sekolah SMA
Negeri 70, pada angkatan pertama Kelas Internasional
masih menggunakan kurikulum plus
yang memadukan kurikulum Indonesia dengan
Cambridge University. Pada tahun kedua dan
seterusnya, barulah menggunakan kurikulum
Cambridge University murni yang lebih
difokuskan pada mata pelajaran Sains, Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)
dan Sosial Studies.
“Pada awal masuk, siswa kelas I selama dua
bulan dia masuk kelompok O level, setelah itu
barulah diarahkan mengikuti program A level,”
cetus bapak dua anak kelahiran Cirebon 14
April 1951.
Meski secara total berpatokan pada kurikulum
Cambridge University, ada mata pelajaran
tertentu yang tetap harus diajarkan di Kelas
Internasional SMA Negeri 70. Yaitu Bahasa Indonesia,
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan
Indonesia (PKN), Kesenian dan Olah Raga.
“Khusus mata pelajaran MIPA harus disampaikan
dalam bahasa Inggris. Tetapi untuk pelajaran
lain, tetap boleh menggunakan bahasa Indonesia,”
jelas sosok guru yang
berjodoh dengan guru SMP
Negeri 164 ini.
Penguasaan bahasa Inggris
pada dasarnya merupakan salah
satu syarat mutlak bagi siswa
agar bisa beradaptasi dengan
kegiatan belajar mengajar. Meski
penyampaian mata pelajaran di
kelas tidak selalu berbahasa
Inggris, tapi dalam kurun waktu
tertentu mereka harus menjawab
soal-soal bahasa Inggris.
“Untuk melatih keterampilan
berbahasa Inggris di kelas,
biasanya dilakukan training
selama beberapa bulan,” tukas
Asyikin yang mensyaratkan
penguasaan bahasa Inggris 450
TOEFL dan lulus test matematika
terpadu bagi calon siswa kelas internasional.
Mengingat keterbatasan yang ada, ungkap
Asyikin, guru-guru yang didatangkan untuk
mengajar di kelas internasional di SMA
Negeri70 tidak selalu dari Cambridge University.
Namun standar guru yang mengajar di
kelas internasional, dikembangkan oleh Pusat
Perwakilan Cambridge University yang ada di
Jakarta, yaitu di Universitas Al Azhar.
“Kita tidak mengadakan rekrutmen guru
atau apa. Kita hanya menyiapkan guru-guru Indonesia
dengan standar tertentu untuk
mengajar di kelas internasional. Pokoknya
pihak sekolah hanya menerima orang tua murid
yang putranya ingin masuk ke kelas
internasional,” tegas Asyikin.
Untuk menambah jumlah guru lokal di
kelas internasional, SMA Negeri 70 bekerja
sama dengan Universits Negeri Jakara pada
September 2006 lalu telah mengadakan pelatihan
internal guru-guru non bahasa Inggris
tentang bagaimana menerapkan bahasa Inggris
dalam kegiatan belajar mengajar.
“Saat ini baru ada dua guru lokal. Mudahmudahan
dengan adanya pelatihan ini jumlah
guru lokal yang mengajar di kelas internasional
bertambah,” cetus lelaki kharismatik yang
bercita-cita mengembangan sekolah reguler
berstandar internasional ini.
Tetap banjir peminat
Mahalnya biaya masuk kelas internasional
ternyata tidak mengurangi minat orang tua
untuk mendaftarkan anaknya. Dari tahun ke
tahun, SMA 70 selalu dibanjiri puluhan pendaftar.
Pada tahun pelajaran 2005/2006 lalu saja,
ada 200 siswa yang mendaftar dan terpaksa
hengkang dari kelas internasional karena hanya
memiliki kapasitas menerima 24 siswa. Sedang
pada tahun pelajaran 2006/2007 ini, dari 80
pendaftar ada 25 siswa yang dinyatakan lulus
ujian seleksi.
Iuran yang dibebankan orang tua siswa di
SMA Negeri 70 kata Asyikin sebesar Rp 17 – 25
juta per tahun. Tingginya biaya yang ditanggung
tiap tahun tidak sama, tergantung fluktuasi nilai
poundsterling dan dolar. “Biasanya semakin
naik tingkat, semakin turun biaya yang harus
dikeluarkan. Biaya ini pun sebenarnya bukan
kami (sekolah) yang menentukan, tetapi dari
pihak Center Cambridge University,” tukasnya.
Biaya tersebut, ungkap Asyikin, diperuntukkan
membeli buku, honor guru, biaya perawatan
sarana dan prasarana serta biaya ujian.
Selama satu tahun penuh siswa tidak dibebani
biaya lain selain iuran yang ada.
Nah, bagaimana di SMADA Palangkaraya ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
any opinion?